Jumat, 15 Januari 2016

Renungan Penghujung Sore

Ada yang bilang bahwa Jepang adalah negara yang sangat nyaman untuk ditinggali. Negara yang dalam jari-jemarinya terlintas kereta api dan bus-bus umum.
Dalam rentangan tangannya, terlintas jalan raya sampai ke pelosok desa.
Menyerupai pembulu darah manusia, menghubungi semua organ di tubuh dengan aneka ragam transportasi.
Seakan dirinya tahu bahwa manusia senang bepergian dan beraktivitas.

Ada juga yang bilang bahwa Jepang adalah negara yang berkebudayaan tinggi, toleran terhadap sesama.
Walau penduduknya homogen, seakan tidak miskinlah pengalamannya memberi warna pada arti kata toleransi.
Toleransi pada yang lebih tua. Toleransi pada wanita. Toleransi pada agama. Pun toleransi pada warga asing.
Seakan dirinya mengerti bahwa manusia senang diperlakukan baik oleh sesama.

Ada juga yang bilang bahwa Jepang teknologinya nomor satu. Dari robot yang bisa melantunkan lagu-lagu klasik dengan piano, tenaga nuklir, dan teknik daur ulang dalam dunia persampahan.
Seakan dirinya sadar bahwa manusia tak akan bisa bertahan di bumi tanpa teknologi yang mencukupi.

Namun, saya pikir tanah Jepangpun tak tahu.
Namun, saya pikir udara Jepangpun tak mengerti.
Namun, saya pikir air Jepangpun tak sadar.
Adalah manusianya yang melakukan ini semua!
Merancang dan membangun alat transportasi dan infrastruktur.
Menanam dan mengajar budaya toleransi lintas generasi.
Menganalisa dan mengembangkan teknologi.

Aku beruntung!
Aku beruntung karena sebenarnya Jepang itu maju karena manusianya.
Tidak ada mineral khusus di tanah Jepang yang menyebabkan Jepang itu maju adanya.
Tidak ada substansi khusus di udara Jepang yang menyebabkan Jepang itu intelek adanya.
Tidak ada elemen khusus di udara Jepang yang menyebabkan Jepang itu terdepan adanya.

Manusianya sama kok spesiesnya dengan manusia Indonesia.
Yang kita butuhkan adalah kesadaran dan tak malu untuk meniru Jepang.
Yang kita butuhkan adalah semangat untuk mengambil kebaikan Jepang.
Yang kita butuhkan adalah asa dan niat untuk menebarkan bibit-bibit Jepang.

Kebanyakan dari kita, beruntung bisa menuntut ilmu di Jepang.
Kebanyakan dari kita pula, mengagumi Jepang dengan sangat.

Namun, yang kita sering lupa adalah, syarat utama dari seseorang mengagumi sesuatu itu adalah bahwa seseorang itu harus skeptislah pula.
Sebagai manusia, sering kita mengagumi sesuatu dan membanding-bandingkannya dengan sesuatu yang lebih buruk, atau tidak sebaik dengan sesuatu yang pertama itu.
Namun, sebagai mahasiswa, saya mengajak anda untuk mengambil langkah tambahan.
Setelah mengagumi dan membandingkan, ada baiknya apabila kita cari letak kesalahan dari yang tidak baik itu dan mulai mencari solusi tentang bagaimana memperbaiki yang tidak baik itu agar menjadi lebih baik.

Dengan begitu, anda tidak hanya menjadi seorang pengagum yang sempurna, tapi anda juga akan menjadi agen perubahan yang sempurna.
Salam.

Ruben


Tokyo, Januari 2016

Rabu, 06 Januari 2016

The Prophet (Chapter: Marriage)

Love one another, but make not a bond of love:
Let it rather be a moving sea between the shores of your souls.
Fill each other’s cup but drink not from one cup.
Give one another of your bread but eat not from the same loaf.
Sing and dance together and be joyous, but let each one of you be alone,
Even as the strings of a lute are alone though they quiver with the same music. Give your hearts, but not into each other’s keeping.
For only the hand of Life can contain your hearts.
And stand together yet not too near together:
For the pillars of the temple stand apart,
And the oak tree and the cypress grow not in each other’s shadow.

-Khalil Gibran
(Born January 6, 1883)