Kamis, 31 Desember 2015

Tahun baru

Tahun baru.

Katanya.

Lembaran baru.

Katanya.

Halaman pertama dari buku setebal 365/366 halaman itu.

Katanya.

Judulnya bisa ditulis di awal, tengah, akhir atau tidak ada judulnya sama sekali.

Katanya.

Semua orang mendapatkannya.

Katanya.

Buku kenangan untuk satu tahun.

Katanya.

Semua punya alat tulisnya sendiri.

Katanya.

Pensil kenangan untuk satu tahun.

Katanya.

Dengan buku yang baru ini, seakan terhapus semua yang tertulis di tahun sebelumnya.

Katanya.

Seakan memulai dari yang baru lagi.

Katanya.

Seakan memulai dari yang segar lagi.

Katanya.


Tapi 'seakan' saja tidak akan cukuplah tentu.

Seakan-akan kau suka aku.

Seakan-akan aku punya uang yang ada di seluruh dunia ini.

Seakan-akan aku bisa memilih darj semua wanita yang ada di dunia ini.

Namun kau tahu, dan aku juga tahu, tidak bisalah semua dinilai dari semata-mata seakan-seakan.

Tidak bisalah interview kerja dinilai dari bagaimana seorang seakan-akan berkemampuan.

Tidak bisa pulalah seorang wanita menerima cinta sang pujaannya dengan bagaimana pujaannya itu seakan-akan bisa berkomitmen.

Walau seakan-akan lembaran baru; yang memang benar adanya; untuk berkata ini adalah buku baru tentu salah besar.

Walau seakan-akan lembaran baru; yang memang benar adanya; untuk berkata ini adalah bab yang baru saja belumlah otomatis.

Tahun baru adalah semata-mata titik dimana tahun berganti.

Satu waktu dimana ada batasan teknis umat manusia untuk menandai titik dalam garis kronologi waktu.

Kadang, untuk mengingat tanggal berapa saja dalam satu bulan kita suka lupa.

Kadang, untuk mengingat hari apa dalam satu minggu saja kita suka lupa.

Tahun tentulah wajib ditandai, kalau tidak, akan kesusahanlah kita menghitung hari dalam minggu, minggu dalam bulan, dan yang paling scientific adalah menentukan antara 365 hari tahun biasa atau 366 harinya tahun kabisat.

Susahlah apabila kita tidak mempunyai suatu angka yang menandai suatu tahun (2016 contohnya yang merupakan tahun kabisat).

Menandai suatu tahun yang isinya 365/366 hari inipun tentu umat manusia sadar harus menandai (karena alasan perlunya menyesuaikan revolusi bumi akan matahari 1 hari dalam 4 tahun).

Maka dari itu, belum tentulah tahun yang baru ini juga menandai masuknya bab baru dalam garis kehidupan manusia.

Bisa saja hanya ganti paragraf.

Bisa.

Bisa saja hanya ganti kalimat.

Bisa.

Bisa saja hanya ganti kata.

Bisa.

Apalagi yang hanya menjalani malam tahun barunya dengan tidur di rumah.

Sudah terlalu banyak resolusi-resolusi sosial media yang menyebutkan 'a new year, a new me'.

Itu semua omong kosong.

Diri seseorang bisa berubah dari setiap bulan.

Diri seseorang bisa berubah dari setiap minggu.

Diri seseorang bisa berubah bahkan dari setiap hari.

Tak perlu menunggu satu tahun untuk berubah.

Mari kita memperdalam makna pembaharuan dan evaluasi diri kita.

Kita tidak hanya bisa berubah hanya pda akhir tahun, bukan?

Resolusi tahunan hanya akan memberikan kita batasan kemampuan dalam satu tahun.

Berbeda halnya apabila kita melakukan secara rutin seperti resolusi bulan, minggu atau hari yang ukurannya jauh lebih kecil.

Jauh lebih kecil, tapi kita melakukannya 365 kali.

Yang menurut saya akan jauh lebih berarti karena bisa secara cepat dievaluasi.

Dan tentu perkembangannya terarah.


Untuk mengakhiri tulisan ini, sebenarnya akan seperti bertolak belakang apabila diakhiri dengan resolusi saya di tahun yang baru ini, bukan?

Tapi mungkin anda bisa mengerti.

Resolusi saya di tahun ke depan adalah untuk lebih bisa memperdalam makna dari resolusi itu sendiri dan akan melakukan resolusi bulanan, mingguan atau bahkan harian.

Happy new year 2016.


Tokyo, Jepang.