Rabu, 12 November 2014

Antek Indonesia

Beberapa hari yang lalu, banyak sumber berita menuangkan tanggapan-tanggapan yang bervariasi atas pidato yang disampaikan presiden kita Joko Widodo.

Jokowi dinanti dunia, jelas.

Jokowi dinanti Indonesia, tentu.

Ratusan juta rakyat Indonesia berharap besar pada ayah kurus dengan 3 orang anak itu.

Untuk bisa melontarkan pidato yang cukup baik.

Untuk bisa menyampaikan pidato yang tidak memalukan.

Pastinya, untuk sukses dalam pidato perdananya di mata internasional.

Harapan Indonesia akan Jokowi besar, sangatlah besar.

Tapi kalau kita bicara Indonesia, ada unsur yang sering sekali kita lupakan.

Indonesia itu besar.....

Dan untuk membuat Indonesia punya satu pikiran, adalah hal yang mustahil.

Dan untuk membuat Indonesia punya satu harapan, adalah hal yang tidak realistis.

Kalau Jokowi bicara bahasa Inggris dengan aksen Amerika, akan menjadi suatu kebanggaan bagi Indonesia?

Kalau Jokowi bicara bahasa Indonesia, akan menjadi suatu kebanggaan bagi Indonesia?

Kalau Jokowi bicara bahasa Inggris dengan aksen kental medok Jawa kekhasannya, akan menjadi suatu kebanggaan bagi Indonesia?

Saya baru menyadari, bahwa jawaban dari ketiga pertanyaan di atas itu akan bersamaan Ya dan Tidak.

Karena Indonesia itu besar.....

Indonesia yang A akan senang dengan bahasa Inggris aksen Amerika.

Indonesia yang B akan senang dengan bahasa Indonesia.

Indonesia yang C akan senang dengan bahasa Inggris dengan aksen kental medok Jawa kekhasannya.

Anda tahu maksud saya.

Itu baru dari bahasanya, belum isinya.

Sebenarnya saya tidak terlalu keberatan Jokowi dihina orang karena Inggrisnya yang pas-pasan.

Karena sungguh saya tau keberagamannya Indonesia.

Karena sungguh pula ia mewakili seluruh rakyat Indonesia.

Tapi, kalau konteksnya dipermainkan, itu yang aneh.

Tapi, kalau kepada siapanya ia berpidato dilupakan, itu yang mengecewakan.

Jikalau konteks dan kepada siapa suatu pidato itu disampaikan kemudian dilupakan, sungguhlah kesimpulan yang bisa ditarik juga berubah drastis, bukan?

Jokowi memang terkesan 'menjual' Indonesia di pidatonya kemarin.

Jokowi boleh dibilang mengedepankan kepentingan asing di pidatonya kemarin.

Tapi, itu hanya benar, apabila ia berbicara hanya di depan petinggi petinggi negara.

Itu hanya benar, apabila ia tidak berbicara di depan ratusan CEO dari ratusan perusahaan internasional.

Konteksnya beda.

Perusahaan internasional.

Cakupannya juga internasional, lintas negara.

Nama acaranya pada saat itu (10 November) adalah CEO Summit.

Acara para CEO memilih negara untuk berinvestasi selanjutnya.

Apa yang disampaikan Jokowi sudah tepat.

Bukan acara keesokannya hari yang jelas-jelas hanya meja bundar, dengan petinggi-petinggi setiap negara APEC di setiap kursi yang mengitarinya.

Ada alasannya mengapa APEC membuat kedua agenda dengan waktu dan tempat yang berbeda bukan?

Apa salahkah pikiran ini?

Apa sudah tak bisakah kita berpikir hanya dengan logika?

Haruskah setiap kali memasukkan pandangan buruk tanpa fakta terhadap Jokowi?

Antek asing?

Antek cina?

Antek Indonesia, menurut saya.

Sekian.

Senin, 10 November 2014

Langkah

Pernahku meratap kan pilihan yang telah kupilih
Pernahku menatap kan jejak yang telah kuambil
Apa aku masih benar dan tak gila masih?
Apa aku masih nyata dan tak delusif masih?

Kuambil nafas dalam, sedalam kubisa bernafas
Kumeditasi seakan dunia, tak jugalah berputar
Apa lupakahku kan tujuan yang jelas?
Apa lalailahku kan arti jadi pintar

Hari berganti minggu kulatih pelajaranku
Minggu berganti bulan kucoba ikuti logikaku
Apa ketepatankah yang ada di pihakku?
Apa salah langkahkah yang menjadi jawabanku?

Karna aku masih muda
Karna aku masih belajar
Karna aku masih galau
Dan karna aku masih bermimpi


Tokyo, 11 November
Ruben