Minggu, 24 Agustus 2014

Surat terbuka dari lapangan hijau

Kerjasama yang ada pada sebuah tim sepakbola itu, hari ini kudapatkan menarik. 

Semua yang membuat satu tim sepakbola adalah sama, yaitu manusia, satu jenis pula.

Tapi, dari setiap manusia itu, ada perbedaan skill antara kebisaannya sebagai striker, midfielder, defender, ataupun goalkeeper

Semuanya manusia. Tapi, mereka melengkapi satu sama lain. 

Kebisaan menjadi sesuatu itu tidak bisa dipilih, dan sang manager memilih berbagai manusia dengan berbagai kebisaan itu untuk mengumpulkan mereka menjadi satu tim. 

Sama halnya dengan semua kehidupan di bumi.

Apa kamu memilih untuk menjadi manusia? 
Apa sapi memilih untuk menjadi sapi?
Dan apakah rumput dipilih unuk menjadi rumput? 
Tentu jawabannya tidak.

Namun ketiga makhluk hidup itu hidup saling melengkapi satu sama lain. 

Rumput akan terus ada atas perlakuan manusia menanam dan menyirami rumput. 

Dan sapi, akan berkembang biak atas perlakuan manusia beternak sapi. 

Manusia dengan kecerdasannya bisa mengambil manfaat dari sapi dan rumput secara sustainable.

Atau, begitulah kira-kira cerita hidup di dunia ini. 

Entah kenapa sekarang ini, ini hanyalah menjadi pandangan idealis belaka.

Manusia tidak pernah mengerti kesatuannya dengan alam.

Akan tanah, diperebutkan.

Akan perdamaian, dilalaikan.

Akan peperangan, dinomorsatukan.

Akan perselisihan, diperbincangkan.

Hanya mendapatkan kekuasaan.

Hanya untuk mendapatkan harga diri.

Hanya untuk mendapatkan kemenangan.

Hanya untuk tanah sepetak?

Hanya untuk darah sebangsa?

Hanya untuk ekonomi negara?

Kuingin secuil hati nurani.

Hati nurani umat manusia.

Untuk membaca surat ini.

Agar tidaklah sia-sia.