Kamis, 04 Juni 2015

Aneh


Hari ini aku ada kelas mulai pukul 10:40 di kampus. Walaupun begitu, aku sampai di kampus pukul 9:15. Ada yang aneh dengan diriku hari ini. Aku ingin berangkat lebih awal. Mungkin ini karena aku hanya ingin makan pagi bersama keluarga kosku, atau juga aku mau lebih tenang sebelum memulai pelajaran hari ini, atau mungkin juga aku tidak memikirkan keduanya.  

Aku seakan membuat diriku melakukan rutinitas hidupku dalam autopilot. Dari tanggungjawab sebagai anak, sebagai mahasiswa, sebagai koordinator PPI, sebagai pembantu di gereja. Aku merasa semua itu tak ada artinya. Aku jalani sedemikian rupa sehingga terasa seperti itu adalah hal yang harus aku lakukan. Aku harus melakukan hal-hal itu tanpa memikirkan ada tidaknya inti di baliknya semua. Ada tidaknya makna di balik itu semua.

Aneh diriku hari ini. Apa sudah seharusnya aku melakukan ini semua tanpa mencari makna? Apa sesungguhnya ada tapi karena terlalu seringnya kulakukan rutinitas ini semua menjadi hampalah maknanya?

Walau begitu, yang lebih anehnya lagi dibanding keanehan diriku hari ini adalah: aku mengerti aku memang belum bisa mengambil makna dari mengapa aku harus melakukan ini semua, tetapi aku bisa melihat kekosongan makna dari apa yang aku lakukan diluar hal-hal yang menjadi tanggung jawabku.  Karena aku sudah berkomitmen untuk menjadi anak yang baik, menjadi mahasiswa yang produktif, menjadi koordinator PPI yang mendengarkan dan menjadi pembantu gereja yang setia, aku harus melakukan tanggung jawabku tersebut. Beda halnya dengan menanyakan mengapa aku mau mengambil komitmen tersebut, tentu.

Mungkin ini yang juga dirasakan banyak salaryman-salarywoman yang ada di sekitarku ketika aku naik kereta pagiku ke kampus. Mungkin ini yang juga dirasakan salaryman-salarywoman yang ada di sekitarku ketika aku naik kereta malamku ke rumah. Walau tentu batasan duniawinya dan ideologi kapitalis mengharuskan mereka untuk mengambil komitmen itu dan menghasilkan penghasilan, tapi apa benar lalu alienation yang disebutkan Karl Marx sudah dalam hakikatnya dan tidak bisa dihindari lagi akan terjadi, memakan jiwa mereka secara perlahan, mematikan otak mereka untuk memikirkan ide-ide kebebasan?

              Semoga walau salaryman adalah jalan yang paling jelas di depan mataku, aku tidak akan pernah lupa kalau aku adalah manusia yang bebas pula, manusia yang bisa menghindari alienation-alienation yang seakan diprediksikan terjadi dalam jiwa raga seorang proletariat.


Tokyo 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar